Kamis, 30 September 2010

Pekathik dan renungannya


Hari ini panas bukan main. Tetapi merumput tetap saja aku lakukan, karena ini adalah kewajibanku terhadap hewan piaraanku. Seperti halnya kewajibanku terhadap Gusti Alloh, dan begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh Gusti Allloh dalam memelihara makhluk ciptaan-Nya. Sungguh sebuah keseimbangan antara manusia dan penciptanya.

Hampir jam 10.00 pagi aku berangkat ke persawahan dikampungku, disebelah barat lereng gunung Budeg. Disana banyak sekali tumbuh rumput liar.Rumput yang memang disediakan untuk keharmonisan bumi, meskipun sebagian banyak petani akan sangat benci dengan tumbuhnya rerumputan diarea pertanian mereka. Akupun memulai menyabit rumput, disela-sela tanaman pertanian. Lima belas menit berlalu, peluh dan keringat turun dengan derasnya membasahi segala yang melekat di badan. Terik siang ini memang lebih dahsyat daripada hari-hari sebelumnya. Kulihat fatamorgana sudah muncul, bagaikan gumpalan air yang melambai-lambai hendak melegakan segala kehausan jiwa manusia yang menyaksikannya. Yaitu kehausanku akan kedamaian, jabatan, kekayaan, dan tentu saja wanita yang bisa meningkatkan nilai gengsi dikalangan laki-laki.
Meskipun aku sadar semua itu hanyalah fatamorgana, yang tentu saja tak akan bisa menuntaskan segala kehausanku. Duh Gusti Alloh, berat nian kau berikan godaan terhadap makhlukmu ini.
Sejenak aku berdiri untuk mencari rerumputan yang sedikit lebih rimbun. Mata sabitku yang sudah mulai tumpul karena lama tak diasah, mulai membabat segala yang ada didepannya. Dibawah rerumputan yang mulai tumbang, tampak semut yang berlarian mencoba mencari perlindungan kebawah gundukan-gundukan tanah. Ah kenapa aku selalu mengeluh dengan cobaan dari-Nya, padahal semut yang kecil dan lemah tak pernah sekalipun mengeluh dengan apa yang sudah menjadi ketentuaan-Nya. Mungkin ini pulalah yang harus terjadi pada diriku. Biarlah ini kujalani, hingga aku bisa menemukan muara tempat aku bisa bersatu dengan samudera raya.

Senin, 27 September 2010

pekathik

Public and Unlisted Galleries

Filosofi "NGARIT"

Ngarit, menurut pekathik mempunyai 2 makna filosofis yang sangat dalam.
Makna pertama yaitu NGARIT yang diartikan sebagai meNGAtur wiRID, yaitu ngarit yang dilakukan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Tuhan sembari beraktivitas. Dengan mengatur harmonisasi antara gerakan tangan ketika menggerakkan arit, dan mengheningkan ucapan, fikiran, dan kedekatan hati dengan mengucap wirid. Sungguh luar biasa efek yang bisa dirasakan ketika harmonisasi ini terbentuk. Rasa terik matahari, rasa capek, haus, semuanya hilang, tergantikan suasana damai dan tenang dalam jiwa.


Makna kedua dari ngarit adalah NGArepke wiRID. Dengan pengertian melakukan semua hal seperti diatas, tetapi tanpa didasari rasa ikhlas, sehingga didalam fikiran sang pelaku ngarit hanyalah harapan tentang duniawinya yang akan mengalami perubahan. Atau dengan kata lain si pekathik hanya mengaharapkan ternaknya gemuk sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi.
Padahal dengan usaha yang telah dilakukan oleh pekathik untuk mencarikan pakan terhaddap ternaknnya, sudah dipastikan ternaknya akan gemuk, meskipun tanpa melakukan wirid ketika ngarit. Tetapi jika mereka melakukannya dengan tulus dan ikhlas melakukan wirid ketika ngarit, kedamaian hati dan fikiran akan didapatkan walaupun pada akhirnya hewan ternaknya mati karena keracunan atau penyakit, si pekathik tak akan pernah merasa menyesal atau sedih.


Semoga pembelajaran ini bisa diterima oleh segala kalangan serta bisa menjadikan pembelajaran kepada kita semua, bahwa sesulit atau serendah apapun pekerjaan kita, asalkan kita melakukannya dengan ikhlas dan cinta, pekerjaan itu akan terasa nikmat.

Minggu, 26 September 2010

Pekathik resah


Ahhh, negeri ini memang sudah terlampau parah untuk melanggkah. Pemimpinnya resah, terus mencari celah untuk mendapatkan kekayaan, sementara rakyatnya resah nggak bisa dapat sembako, karena harga-harga sudah mulai melonjak naik.

Hal ini juga terjadi pada pekathik. Efek yang terjadi akibat isyu adanya daging import dari Pemerintah membuat pasar daging lesu. Harga daging ternak menurun,  sementara kebutuhan pokok sudah tak terjangkau lagi. Entahlah para pekathik di negeri ini akan dapat bertahan. Nggak cuma itu saja, cari rumputpun sekarang sulit. Kekeringan berakibat pada punahnya rumput-rumputan. Sungguh kehidupan yang pelik.

Tapi Apa boleh buat, sebagai pekathik yang selalu enjoy dan asik, kita tidak menyerah dengan keadaan. Walaupun panas atau hujan aku akan terus bertahan. mohon dido'akan ya?????

Jumat, 24 September 2010

Ngarit


Ngarit adalah sebuah aktivitas peternak dalam mencarikan pakan buat hewan piaraannya dengan menggunakan pisau berbentuk melengkung yang ujungnya lancip. Kebanyakan pangon (bahasa jawa untuk gembala) atau tukang ngarit adalah orang-orang tua dipedesaan. Ini dilakukan semata-mata karena mereka tidak ingin hari-harinya terbuang begitu saja. Sungguh mereka adalah pekerja keras.

Sayang sekali generasi seperti mereka sekarang sudah hampir punah. Padahal jika saja tukang ngarit seperti mereka masih banyak kita temui di Negeri ini mungkin, akan tercipta keharmonisan dan kedamaian.